Lahirnya Konsep STIFIn
Perjalanan menuju lahirnya konsep STIFIn, dimulai sejak Farid Poniman (selanjutnya disingkat FP) mengikuti tes MBTI pada tahun 1989 saat beliau masih berkhidmat di PT. Procter & Gambler (P&G) Indonesia. Dari hasil tes, diketahui bahwa beliau bertipe INTJ. Kemudian tahun 1995 beliau mengikuti tes yang kedua kali dengan hasil tes yang berubah, ENTP. Menurutnya, dengan menggunakan tes MBTI selain harus mengingat-ingat tentang tipe yang cukup banyak (16 tipe), juga peluang untuk hasilnya berubah-ubah sangatlah besar. Demikian juga dengan tes-tes berbasis Fenotip lainnya. Dari situ terpikirkanlah olehnya untuk membangun alat tes yang lebih sederhana namun jitu. Apalagi jika kemudian hasilnya stabil dan tidak berubah-ubah.
Tahun 1999, beliau bersama dua orang kawannya yang kini menjadi tokoh terkemuka di Indonesia, Indrawan Nugroho dan Jamil Azzaini, mendirikan perusahaan bernama Kubik Leadership yang kini menjadi Top 10 Training & Consultancy Provider terbaik di Indonesia. Mereka memulai dengan menulis buku dan menyusun modul pelatihan yang berbasiskan kepada karakter personaliti pesertanya. Konsep inilah yang lalu diberi nama STIFIn. Di Kubik inilah awal mula dari proses risetnya untuk membuktikan konsep dan pemikirannya tentang STIFIn.
Setiap sebelum sesi pertama training Kubik dimulai, peserta training diminta mengisi kuesioner untuk disimpulkan jenis personalitinya. Sesi-sesi berikutnya sudah merupakan proses koreksi dan afirmasi terhadap Konsep STIFIn yang dibenturkan dengan apa yang dirasakan oleh peserta. Pada buku best seller karya pertamanya yang berjudul Kubik Leadership konsep kepribadiannya masih bernama STIF, tanpa In.
Kesadaran menemukan keberadaan kepribadian In itu datang dari hasil observasinya khususnya terhadap istrinya yang memiliki kepribadian ternyata bukan termasuk di antara S-T-I-F. Sejak itulah kemudian konsep pemikirannya dianggap sudah utuh menjadi STIFIn tanpa memerlukan penyempurnaan lagi. Memang kemudian masih banyak yang skeptis, jangan-jangan nanti masih ada tambahan lagi sehingga tidak layak lagi bernama STIFIn. Maka hingga buku tersebut diterbitkan, FP menegaskan bahwa konsep Lima Mesin Kecerdasan dan Sembilan Personaliti STIFIn dianggap telah final.
Dibalik proses risetnya itu, beliau telah melakukan riset juga di Malaysia. Ia mengumpulkan teori-teori yang membangun teori STIFIn, yaitu: teori Fungsi Dasar S-T-I-F dari C.G. Jung (1875-1959), teori belahan otak atau The Whole Brain Concept dari Ned Hermann, teori Triune Brain dari Paul MacLean (1976). Farid Poniman (2009) telah menyimpulkan bahwa fungsi dasar S-T-I-F jika dikaitkan dengan teori Ned Hermann tentang kuadran otak, maka keempat fungsi dasar tersebut adalah merupakan ciri-ciri kepribadian yang tetap yang bersumber dari belahan otak (jenis kecerdasan) dan paling kerap digunakan.
Terdapat juga beberapa teori yang turut dijadikan rujukan dalam pembentukan personaliti STIFIn, yaitu The 4MAT Sistem Belajar yang dikembangkan oleh Bernice McCarthy merujuk kepada empat jenis siklus Kolb; Divergens (mengapa?), assimilators (apa?), convergens (bagaimana?) dan accommodators (Bagaimana?). Model lain yang turut mempunyai kaitan secara tidak langsung ialah VARK (visual, auditory, reading, kinaesthetic) dan perluasan teori Myers-Briggs (MBTI). Jika dilihat pada teori C.G. Jung dan Myers-Briggs tanpa memasukkan orientasi introvert dan ekstrovert, hasilnya akan sama dengan Model HBDI.
Lalu bagaimana dengan teori untuk kecerdasan kelima pada STIFIn yaitu tipe Insting (In)? FP merujuk pada teori Triune Brain Paul MacLean di mana ada reptilian brain. Lebih lanjut menjelaskan, kecerdasan kelima ini terletak pada fungsi Hindbrain atau Otak Tengah (cerebellum, medulla, midbrain, pons, dan brain stem [kompilasi dari pemikiran Luria A.R. 1970. The Functional Organization of the Brain]). Dari perjalanan panjang mengkompilasi teori-teori tersebut, sudahlah final teori STIFIn. Ada lima belahan otak dengan paket fungsi otak masing-masing yang kelak akan mempengaruhi tindak-tanduk manusia sesuai fungsi-fungsi otak yang paling mempengaruhinya dan kesemuanya setara. Masing-masing tunduk pada konsep Sunnatullah, di mana ada kelebihan sekaligus kelemahan masing-masing.
Bagaimana dengan Personaliti Genetik? FP mengobservasi kedua anaknya yang bernama Battar dan Syama. Keduanya sama-sama Intuiting, hanya saja personaliti genetik Battar adalah Intuiting ekstrovert (Ie) sedangkan Syama adalah Intuiting introvert (Ii). Keduanya diberikan “hari gadget” yang memungkinkan mereka boleh menggunakan gadget mereka dengan lebih puas sebagai me time mereka setelah di hari-hari sebelumnya mereka harus lebih banyak fokus membaca berlembar-lembar Al-Qur’an setiap harinya. Saat tiba hari khatam, keduanya ditanya, “Battar dan Syama mau khataman hari ini atau besok?”. Meskipun sama-sama Intuiting, mereka menjawab berbeda sesuai kepribadian genetiknya. Battar memilih untuk khataman besoknya habis subuh, sedangkan Syama memilih untuk mengejar khatam meski sampai tengah malam sekalipun.
Sebagai seorang Ie, Battar cenderung lebih fleksibel, compromise, dan drive ekstrovertnya yang senantiasa menerima stimuli dari luar, cenderung kurang tahan godaan untuk fokus mengejar target sehingga baginya tidak mengapa khataman besok subuh. Sedangkan Syama, sebagai seorang Ii yang energinya terdorong dari dalam dan menyukai kesempurnaan, cenderung menantang dirinya untuk menyelesaikan tugasnya di hari yang sama, agar besoknya ia dapat sempurna menikmati hari gadget tanpa beban utang tugas.
FP juga mengobservasi kedua anaknya yang lain yang bernama Nabila dan Himma. Keduanya sama-sama Sensing, namun Nabila memiliki personaliti genetik Sensing ekstrovert (Se) dan Himma Sensing introvert (Si). Dalam hal menjalankan peran mereka misalnya, Nabila yang Se masih mau tetap berdagang dan cenderung tidak fokus ke satu peran. Ia selalu menangkap peluang. Sedangkan Himma yang Si cenderung lebih fokus ke satu peran.
Dari kejadian tersebut ditemukan bahwa di setiap belahan otak, memiliki orientasi atau cara kemudi (drive) yang berbeda. Yang satu berorientasi dari dalam ke luar, terstimuli dari dalam ke luar, yang ini lebih bisa fokus, introvert. Yang satu berorientasi dari luar ke dalam, menerima stimuli dari luar yang kemudian mengemudikan dirinya untuk lebih mudah terpengaruh dan terbuka pada respon luar, yang ini lebih mudah tergoda fokusnya, ekstrovert. Jika dilihat secara genetik, orientasi introvert-ekstrovert ini ternyata berasal dari cara kerja lapisan putih dan lapisan kelabu pada otak. Jika lapisan putihnya lebih aktif, maka introvert. Jika lapisan kelabunya lebih aktif, maka ekstrovert. Kedua lapisan ini ditemukan pada otak limbik dan neokortek, sedangkan pada otak tengah tidak. Maka, masing-masing S-T-I-F menjadi dua kepribadian genetik (Si, Se, Ti, Te, Ii, Ie, Fi, Fe) sedangkan tipe In berlaku sebagai Mesin Kecerdasan sekaligus Personaliti Genetik. Itulah mengapa jumlah Personaliti Genetik adalah 9.
Menurut FP, orientasi introvert dan ekstrovert pada dasarnya sama dengan apa yang dimaksud dengan Openness di dalam Model Big Five. Penelitian terbaru dalam New Scientific menunjukkan korelasi yang baik antar jenis kecerdasan dan kepribadian dengan gen dan dominasi belahan otak. Hal ini semakin mengukuhkan bahwa jenis kecerdasan adalah selaras dengan kepribadian seseorang.
========
diambil dari buku Panca Rona cetakan kedua
https://youtu.be/5nsR8SkYdv0