Politik Indonesia
Konsep STIFIn memang memudahkan dalam menganalisa berbagai perkara termasuk tentang politik. Dinamika politik yang begitu rumit dapat disederhanakan dengan mengandalkan hubungan segilima STIFIn. Jika pertarungan head to head antara Thinking dengan Intuiting jelas akan dimenangkan oleh Thinking dan tentu saja pertarungan tersebut terjadi didalam panggung politik. Banyak sekali political engineering (PE) terjadi dibalik panggung politik dan sebuah pencitraan termasuk PE yang bisa membelokan persepsi pemilih.
Kalaupun ada rematch antara kedua pihak maka panggung politik itu yang akan menjadi penentunya, jika kondisi panggung politik masih seperti pertandingan pertama maka rematch tersebut akan tetap akan dimenangkan oleh Thinking kembali. Jika yang satu bermain kekuatan PE dan yang lain bermain normatif saja maka pertandingan sudah selesai sebelum dimulai.
Lain halnya jika konstituen yang berbudaya Feeling kemudian menyadari ketika dipimpin Thinking akan banyak saluran kepuasan emosi yang terabaikan. Maka panggung politik diisi oleh “banjir arus bawah” yang bergerak melakukan sebuah perlawanan. Seperti yang telah saya sampaikan bahwa ketika masyarakat Feeling muncul kesadarannya maka bisa-bisa Thinking akan diturunkan ditengah jalan atau gagal dalam pertarungan berikutnya. Karena perlawanan Thinking bukan lagi dengan Intuiting, tetapi dengan masyarakat Feeling.
Tetapi apakah Thinking akan diam saja? Ketika menyadari bahwa dia kurang mendapatkan simpati, maka PE panggung politik akan dimainkan lebih kencang lagi. Tim dibelakangnya memiliki sumberdaya yang besar dan akan dimulai lagi pencitraan jilid kedua yang tanpa sadar akan menggiring (kembali) masyarakat indonesia.
Referensi
Telaah bapak farid poniman, penemu STIFIn