Berderai Airmata
Ternyata tidak selalu mudah mendapatkan kebahagiaan. Apalagi sudah pasang mimpi tinggi. Berharap sang suami menjadi seperti rasul, yang didapat jauh panggang dari api. Tidak dibelai tidak dirayu tidak didengar tidak diperhatikan tidak diberi waktu bahkan terkadang dilepeh komunikasi hanya searah. Padahal sudah terlanjur cinta. Sudah dibegitukan sama suami, masih tetap cinta . akhirnya yang bisa dilakukan hanya berderai air mata.
Kata ibunya, makan tuh cinta… lagian kenapa gak cari suami yang bener…? bener juga kata ibunya…kenapa gak cari suami yang lain. Dan saran itupun dilakukan cerai dan nikah lagi.
Berhasil mendapat kan suami baru tapi berderai air mata lagi. Kali ini suaminya perhatian banget nurutin semua kemauannya kecuali pemenuhan nafkah gagal memberi nafkah lahir dan batin. Ternyata kalau dibandingan masih enak dengan suami sebelumnya tidak perhatian tapi keperluan minimal nafkah lahir batin terpenuhi. Yang suami sekarang cinta banget, tapi sayanya malah tidak malah tidak cinta. Minta cerai lagi dan ingin cari suami lagi.
Mencari yang bisa memenuhi keduanya gabungan kebaikan dari kedua suami. Setahun dicari belum dapat . sudah lima tahun masih belum dapat juga dan akhirnya terpaksa memilih suami yang justru tidak memiliki keduanya. Tidak bisa memberik perhatian. Lebih banyak lagi berderai airmata.
Kesadaran terlambat datang. Deraian airmata yang pertama dan kedua sesungguhnya telah menyesatkannya, mimpi nya yang tinggi telah menyesatkannya. Justru hal ini membuat air matanya berderai lebih besar lagi. Karena memang akhirnya disadari letak kesalahannya adalah tidak bersyukur dengan apa yang telah diberinya karena sesungguhnya keadilannya disitu. Wanita
Jangan salah menderaikan airmata kesadaran yang terlambat datang tidak bisa mengembalikan waktu kita istri di akhirat mau surga atau neraka bersama dengan suami terakhir carilah suami yang pintu surganya lebih besar.
Referensi
Telaah bapak farid poniman, penemu STIFIn