“Pengaruh Praktik Manajemen HR STIFIn terhadap Kinerja Karyawan”
Abstract
This research is expected to give a new view on the relationship of personality to job performance which is the results of previous research that using the MBTI personality type and “The Big Five Personality” provides a review of inconsistent results.
The STIFIn personality type (Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling and Insting), the personality type was conceptualized by Poniman (2010) using an analytical psychology approach pioneered by Jung (1946), the theory of The Whole Brain Concept from Ned Herrmann (1989) and the Triune Brain theory Paul McLean’s (1990) development has been used extensively in various fields of life.
This study comprehensively investigates the effect of the practice of human resource management based on STIFIn personality (HR STIFIn) on job performance. The results of the study found a significant effect on the practice of STIFIn based HR Management, namely selection and retention, on job performance. The sampling technique in this study used purposive sampling with a sample size of 50 (response 50% rate).
Data collection was done by distributing questionnaires using a 5-point Likert scale. The first proposed research framework and partial least square – structural equation modeling (PLS-SEM) were used to test the research framework.
From the results of model 1 analysis, it is found that selection, retention, task performance, and contextual performance are related to each other. Likewise with the indicators of each exogenous and endogenous variable has a significant effect.
Subsequent research can be done with a larger number of respondents so that they can see the influence of demographic factors of each intelligence machine on the relationship between HR STIFIn practices and Job performance.
Pendahuluan
Tantangan perusahaan untuk meraih keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah konsistensinya dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Michael Porter (1985) memberikan perspektif bahwa pengelolaan sumber daya manusia bisa mewakili sumber keunggulan kompetitif perusahaan karena bisa meraih dan mengembangkan karyawan yang lebih efektif dari pada pesaing.
Karyawan terbaik bisa menciptakan keunggulan bersaing perusahaan baik dalam kegiatan utama maupun pada aktivitas pendukung rantai nilai (value chain) perusahaan. Keunggulan bersaing sebagian besar berasal dari sumber daya manusia perusahaan (Pfeffer, 1994), penelitian M.J. Koch dan R.G. McGrath (1996) menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan signifkan antara pengelolaan sumber daya manusia organisasi dengan produktivitas karyawannya.
Jean Marie Hiltrop (1996) menyatakan adanya bukti yang konsisten bahwa kebijakan dan praktik HRM dari sebuah organisasi memiliki pengaruh yang kuat dalam memotivasi karyawan untuk menunjukkan jenis sikap dan perilaku yang dibutuhkan untuk mendukung dan menerapkan strategi persaingan suatu organisasi.
Sistem dan praktik MSDM harus mampu mendorong dan meningkatkan kinerja pekerjaan (job performance) yang didefinisikan Campbell (1993) sebagai perilaku individu (individual behavior) yang relevan atau sejalan dengan tujuan perusahaan.
Boudreau & Ramstad (2005) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa keberhasilan organisasi sekarang bergantung pada bagaimana mempertahankan orang-orang dan sejalan dengan dampak globalisasi yang terus meningkat, semakin dibutuhkan karyawan-karyawan berbakat.
Secara teoritis, Jackson & Schuler (1995) dan Lado & Wilson (1994), serta penelitian empiris HRM lainnya, diantaranya Huselid (1995) dan MacDuffie ( 1995) telah memberikan bukti bahwa metode yang digunakan oleh perusahaan untuk mengelola tenaga kerjanya memiliki dampak positif pada kinerja perusahaan, seperti juga hasil penelitian Becker & Huselid (1998), Delery & Shaw (2001), dan Wright & Boswell (2002).
Beberapa penelitian telah mengklarifikasi kegunaan menggunakan variabel kepribadian untuk memprediksi kinerja pekerjaan. Glaister (2016) memberikan bukti adanya fungsi mediasi talent management pada hubungan HRM dengan kinerja perusahaan.
Penelitian lain (Barrick & Mount, 1991; Hough, 1992; Salgado, 1997; Tett, Jackson, & Rothstein, 1991) telah menunjukkan bahwa konstruksi personality memang terkait dengan kinerja kerja (job performance). Namun, sangat sedikit penelitian yang meneliti mekanisme di mana sifat kepribadian mempengaruhi kinerja.
Penelitian sebelumnya yang menggunakan tipe kerpibadian MBTI dan “The Big Five Personality” pada hubungan kepribadian (personality) dengan kinerja pekerjaan (job performance) memberikan tinjauan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini secara komprehensif menyelidiki pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia berbasis kepribadian STIFIn (HR STIFIn) terhadap kinerja pekerjaan (job performance).
Tipe kepribadian STIFIn (Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Insting) yang dikonsepsikan oleh Poniman (2010) dengan menggunakan pendekatan psikologi analitis yang dipelopori oleh Jung (1946), teori The Whole Brain Concept dari Ned Herrmann (1989) dan teori Triune Brain yang dikembangkan Paul McLean (1990) telah digunakan secara luas di berbagai bidang kehidupan.
Tipe Kepribadian dan Kinerja Pekerjaan
Jika perusahaan mengatur karyawannya sesuai dengan tipe kepribadian mereka dan potensi kemampuan mereka, produktivitas dan kualitas dapat ditingkatkan. Penelitian jenis kepribadian MBTI terus dilakukan sebagai prediktor terhadap kinerja pekerjaan, nampaknya cukup banyak pengaruhnya (Cunha, 2007), seperti juga penelitian Borg (1996) dengan menggunakan tipe kepribadian MBTI menunjukkan hasil bahwa tipe kepribadian memiliki pengaruh penting pada keberhasilan siswa.
Siswa yang tipe temperamennya cocok dengan temperamen instruktur kelas secara signifikan lebih baik hasil kinerjanya daripada siswa yang tipe temperamennya tidak cocok dengan instruktur. Demikian pula Bradely (1997) dan Mazni et al., (2010) memberikan bukti bahwa tipe kepribadian merupakan faktor penting dalam kinerja tim yang sukses.
Organisasi yang ingin mengembangkan tim yang efektif perlu menganalisis komposisi tipe kepribadian dari kelompok-kelompok ini dan membantu anggota tim memahami atribut pribadi mereka sendiri serta menghargai kontribusi dari anggota tim lainnya.
Namun pada penelitian lain yang dilakukan dengan berbeda budaya, seperti yang dilakukan oleh Furnham (1993), kepribadian MBTI gagal menghasilkan korelasi besar terhadap kinerja. MBTI tampaknya tidak terkait dengan ukuran kinerja manajemen yang kuat dan multi-faktorial.
Demikian pula dengan konsep kepribadian “The Big-Five Personality”, meskipun beberapa literatur membuktikan kepribadian “The Big Five” sebagai prediktor kinerja pekerjaan (job performance) (Bhatti, et al., 2013), namun oleh beberapa peneliti bahwa ukuran-ukuran kepribadian tidak memprediksi kinerja pekerjaan secara konsisten.
Seperti Barrick dan Mount (1991) dan Hurtz & Donovan (2000) yang meneliti hubungan kepribadian “The Big Five” dengan kinerja pekerjaan (job performance), menemukan hanya satu dimensi yaitu ketelitian (conscientiousness) yang berhubungan secara konsisten dengan kinerja pekerjaan (job performance).
Ada dugaan yang diajukan pada kedua konsep dan teori kepribadian tersebut bahwa pengukuran terhadap dimensi kepribadian menggunakan atribut perilaku yang bisa berubah-ubah dan bisa terbentuk oleh faktor lingkungan dimana seseorang hidup dan berinteraksi.
Konsep tipe kepribadian STIFIn (STIFIn personality) yang dikembangkan oleh Poniman (2009) dan juga merupakan aliran Jungian, menggunakan pedekatan secara otentik keterhubungan fungsi dan cara kerja otak secara alamiah dengan tindakan dan perilaku manusia yang bisa diukur dengan alat test genetika, seperti tes sidik jari, test DNA maupun test retina.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rafianti, et al., (2017), Mundiri (2017), Arifin (2017), dan Alindra (2018) telah membuktikan penggunaan kepribadian STIFIn secara konsisten bisa menghasilkan kinerja pekerjaan yang lebih baik.
Secara khusus, Poniman dan Hadiyat (2015) dalam bukunya Manajemen HR STIFIn memberikan proposisi hasil pengamatan dan pengalaman selama beberapa tahun sebagai praktisi HR, yaitu adanya pengaruh positif praktik Manajemen HR dengan menggunakan skema tipe kepribadian STIFIn dalam meningkatkan produktivitas karyawan.
Seseorang yang bekerja pada bidang apapun yang sesuai dengan cara kerja mesin kecerdasannya, akan merasa nyaman dan bisa memberikan produktivitas secara terus menerus dan lebih konsisten. Penelitian ini akan menguji proposisi tersebut yaitu bagaimana pengaruh penerapan praktik manajemen HR STIFIn terhadap kinerja karyawan.
Tinjauan Literatur
Konsep Tipe Kepribadian STIFIn
Orang-orang di perusahaan adalah kunci keberhasilan untuk pencapaian visi dan strategi perusahaan. Manusia adalah subyek yang memiliki potensi dasar dan karakternya yang dibawa sejak lahir yang akan menentukan produktivitas individual dan secara agregrat akan menentukan produktivitas perusahaan.
Ned Hermann dalam jurnalnya “The Creative Brain” tahun 1989 tentang konsep kuadran otak menjelaskan indikasi adanya karakteristik otak yang berdampak pada cara berfikir dan cara belajar. Otak sangat lunak yang hampir tidak ada kendala yang melekat. Keseluruhan otak memiliki akses ke masing-masing belahan otak dan sebagian dari otak dominan menentukan preferensi cara berfikir dan belajar.
Konsep kepribadian STIFIn fokus hanya pada satu mesin kecerdasan dominan saja, Konsep STIFIn Personality merujuk pada pandangan pakar psikologi analitis Carl Gustav Jung (1946), seorang ahli Psikologi Analitik, menyatakan bahwa diantara semua fungsi dasar manusia atau mesin kecerdasan hanya ada satu yang dominan.
Menurut Jung, fungsi dasar kepribadian manusia terbagi dalam empat jenis yaitu; fungsi penginderaan (Sensing, disingkat S), fungsi pikiran (Thinking disingkat T), fungsi perasaan (Feeling disingkat F), fungsi intuisi (Intuiting disingkat I), dan dalam Konsep STIFIn Personality (Poniman, 2009) ditambahkan adanya mesin kecerdasan Insting, disingkat In, yaitu fungsi naluriah dan spiritualitas.
Dari penelitian yang telah dilakukan selama 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, tentang kecerdasan manusia, memberikan tesis bahwa setiap orang memiliki kecerdasan dominan tunggal yang dibawa semenjak lahir (Poniman, 2009).
Konsepnya bersandar secara ilmiah kepada pendekatan psikologi analitis yang dipelopori oleh Jung (1989), dikompilasi dengan teori The Whole Brain Concept dari Ned Herrmann dan teori Triune Brain yang dikembangkan Paul McLean.
Paradigma awal yang digunakan adalah psikologi analitis. Penempaan manusianya sendiri menggunakan pendekatan keperilakuan yang humanis. Manusia dianggap memiliki potensi genetis yang sudah luar biasa. Ketika potensi ini mendapat lingkungan dan tempaan yang tepat serta terencana, maka hasil yang keluar pada akhirnya akan menjadi ekstra luar biasa.
Tabel 1. Kecerdasan Otak dan Tipe Kepribadian
Fungsi Dasar Carl Gustav Jung | Jenis Kecerdasan Ned Herrman | Strata Otak Triune Paul MacLean | Tipe Kepribadian STIFIn |
Sensing | Limbik Kiri | Otak Mamalia | Sensisng |
Thinking | Neokortek Kiri | Otak Insani | Thinking |
Intuiting | Neokortek Kanan | Otak Insani | Intuiting |
Feeling | Limbik Kanan | Otak Mamalia | Feeling |
‒ | ‒ | Otak Reptilia | Insting |
Sumber: Poniman (2009)
Proposisi yang diajukan (Poniman, 2009) bahwa keempat fungsi dasar Jung tersebut jika dikaitkan dengan teori pemikiran kreatif Ned Herrman tentang kuadran otak, maka keempat fungsi dasar tersebut tidak lain merupakan karakter kepribadian yang kekal, tidak berubah, yang bersumber dari belahan otak yang paling sering digunakan.
Kuadran otak besar kiri (neokortek kiri) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Thinking (T). Otak besar kanan (neokortek kanan) merupakan kecerdasan Intuiting (I). Kuadran otak kecil kiri (limbik kiri) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Sensing (S). Otak kecil kanan (limbik kanan) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Feeling (F).
Dengan demikian maka fungsi dasar Jung mempunyai kesamaan dengan kuadran otak Ned Herrman. Sementara itu, kecerdasan kelima yaitu Insting muncul dikarenakan ada yang tidak cenderung ke salah satu dari empat kategori karakter kepribadian yang ditawarkan Jung dan Ned Herrman ataupun peneliti-peneliti lainnya.
Kecenderungan ini dominan menggunakan belahan otak yang lain, yaitu otak naluri (Instingive) yang berada di tengah atau paling bawah (hindbrain dan midbrain) yang bersambungan langsung pada tulang belakang. Kecerdasan kelima Insting (I), terletak pada fungsi gabungan cerebellum, medulla, midbrain, pons, dan brain stem (The functional organization of the brain) yaitu cepat merespon sesuatu.
Dalam konsep STIFIn, ada yang disebut sebagai kemudi yaitu introvert dan ekstrovert. Introvert mengarahkan kecerdasan dari dalam ke luar, sebaliknya ekstrovert mengarahkan kecerdasan dari luar ke dalam.
Selain kecerdasan Insting, empat kecerdasan lainnya memiliki kemudi, yaitu, Sensing (S) terdiri dari Sensing introvert (Si) dan Sensing ekstrovert (Se); Thinking terdiri dari Thinking introvert (Ti) dan Thinking ekstrovert (Te); Intuiting dan Feeling masing-masing terdiri dari Intuiting introvert (Ii), Intuiting ekstrovert (Ie), Feeling introvert (Fi), dan Feeling ekstrovert (Fe).
Jadi ada sembilan jenis kepribadian yang berasal dari empat mesin kecerdasan setelah ditempel oleh kemudinya ditambah mesin kecerdasan Insting. Sembilan jenis kepribadian itu adalah Si, Se, Ti, Te, Ii, Ie, Fi, Fe, dan In.
Setiap jenis kepribadian memiliki ciri-ciri utama, orang yang memiliki personalitas Sensing introvert memiliki kemampuan mengingat yang melebihi delapan kepribadian lainnya. Kepribadiannya berbasis pada lima indra.
Staminanya kuat, bekerja efisien, disiplin, memperlihatkan detail, hemat, jika diminta membantu dia lebih memilih mengeluarkan tenaganya ketimbang uangnya. Hal ini terjadi mungkin karena tipe ini mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dengan mengandalkan volume bukan dari margin.
Sedangkan Sensing ekstrovert memiliki kepribadian yang lebih dermawan dan cenderung lebih boros, lebih santai dan suka bersenang-senang, suka pamer (show off) atau demonstratif. Kemampuan mengingatnya luar biasa dan mampu memvisualisasikannya secara rinci. Menyukai hadiah atau sumber motivasinya dalam bentuk hadiah.
Adapun Thinking introvert memiliki kepribadian mandiri, fokus pada pekerjaan, memberlakukan standar yang tinggi pada hasil pekerjaan. Dia bukan tipe medioker. Jika menekuni sesuatu dia akan fokus sampai mencapai taraf ahli alias tidak mau setengah-setengah jika mengerjakan pekerjaan. Pada umumnya memiliki kemampuan analitis yang baik. Suka membaca yang pada akhirnya menguasai persoalan.
Sementara tipe Thinking ekstrovert memiliki kepribadian seperti segera bereaksi terhadap ketidakadilan, objektif menilai, menerima argumentasi orang lain dengan logika, sistematis dalam bekerja dan menyukai formalitas. Kepribadian Intuiting introvert antara lain lebih mementingkan kualitas, dari pada kuantitas, sehingga mementingkan kesempurnaan, kepuasannya pada hal-hal yang baru atau inovatif, keras kepala untuk memperjuangkan kemauannya, karena memilki pandangan optimistis.
Segala sesuatu dilihat dari kacamata manfaat. Intuiting ekstrovert memiliki personalitas berani mengambil resiko, ide-idenya banyak, romantis, dan memberi inspirasi bagi lingkungannya. Akan halnya Feeling introvert memiliki kepribadian antara lain visioner, nge-bossy, penolong, mudah bergaul, pintar berkata-kata, idealis dan cepat sakit hati.
Sementara kepribadian feeling ekstrovert antara lain, berjiwa sosial, memilki kemampuan menggembleng orang, subjektif, berani, ambil resiko, toleran, dan berempati. Terakhir, kepribadian Insting adalah tidak suka konflik, tulus berkorban untuk orang lain, jalan pikirannya simpel, sederhana, dan akomodatif.
Setiap orang memiliki kecerdasan dominan tunggal yang dibawa semenjak lahir. Manusia dianggap memiliki potensi genetis yang sudah luar biasa.
Kuadran otak besar kiri (neokortek kiri) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Thinking (T).
Otak besar kanan (neokortek kanan) merupakan kecerdasan Intuiting (I).
Kuadran otak kecil kiri (limbik kiri) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Sensing (S).
Otak kecil kanan (limbik kanan) merupakan kecerdasan sekaligus karakter kepribadian Feeling (F).
Kecerdasan kelima tidak cenderung ke salah satu dari empat kategori karakter kepribadian, tetapi dominan menggunakan belahan otak yang lain,
yaitu otak naluri (Instingive) yang berada di tengah atau paling bawah (hindbrain dan midbrain) yang bersambungan langsung pada tulang belakang.
Kecerdasan kelima tersebut disebut dengan Insting (I), terletak pada fungsi gabungan cerebellum, medulla, midbrain, pons, dan, brain stem (The Functional Organization of The Brain) yaitu cepat merespon sesuatu.
Manajemen HR STIFIn dan Kinerja Pekerjaan
Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang pengaruh sistem dam praktik manajemen HR terhadap kinerja perusahaan (firm performance) maupun terhadap kinerja karyawan.
Glaister, et al., (2016) yang meneliti strategi manajemen HR dan keselarasan bisnis business, melaporkan adanya pengaruh stretagi HR dalam meningkatkan kinerja perusahaan, tetapi tidak menjadi komponen esensial dalam kaitannya terhadap praktik manajemen talent dengan kinerja pekerjaan.
Praktik manajemen HR terhadap kinerja karyawan lebih banyak dipengaruhi oleh karakter dan kepribadian individual. Bowen dan Ostroff (2004) dalam artikelnya “Understanding HRM–Firm Performance Linkages: The role of the strength of the HR system”, melaporkan bahwa sistem manajemen HR dapat menjelaskan bagaimana akumulasi dari atributif individual karyawan berpengaruh terhadap efektifitas organisasi.
Studi tentang hubungan tipe kepribadian atau personality trait dengan kinerja pekerjaan (job performance) telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya yaitu, penelitian Lado dan Alonso (2017) yang melakukan penyelidikan hubungan antara personality traits dan job performance dengan menggunakan variabel moderasi kompleksitas kerja (job complexity), kemudian studi Leena dan Kirupa (2016); Askarian dan Eslami (2013) yang melakukan penelitian terhadap pengaruh karakter tipe kepribadian terhadap kinerja pekerjaan (job performance), dan penelitian Kim dan Han (2014) menunjukkan bahwa tingkat prestasi akademik dan kepuasan siswa itu berbeda menurut tipe kepribadian MBTI mereka.
Ciorbea dan Pasarica (2012) menyatakan bahwa memahami perbedaan karakter (big five personality traits) secara akurat berpengaruh besar dalam kinerja prestasi akademik dan secara luas berimplikasi terhadap dunia pendididikan. Penelitian lain tentang personality trait sebagai variabel moderasi “honesty-humility trait” atau Hexaco model of personality pada hubungan antara job insecurity terhadap counter-productive works behavior (Chirumbolo, 2014); dan penelitian personality traits of “The Big Five model” memoderasi hubungan antara komitmen dan kesetiaan (Palilati et al., 2016).
Namun penelitian yang dilakukan oleh Furnham (1993) pada kepribadian MBTI gagal menghasilkan korelasi besar terhadap kinerja. MBTI tampaknya tidak terkait dengan ukuran kinerja manajemen yang kuat dan multi-faktorial.
Demikian pula dengan konsep kepribadian “The Big-Five Personality”, meskipun beberapa literatur membuktikan kepribadian “The Big Five” sebagai prediktor kinerja pekerjaan (Bhatti, et al., 2013), namun oleh beberapa peneliti bahwa ukuran-ukuran kepribadian tidak memprediksi kinerja pekerjaan secara konsisten.
Seperti Barrick dan Mount (1991) dan Hurtz & Donovan (2000) yang meneliti hubungan kepribadian “The Big Five Personality” dengan kinerja pekerjaan, menemukan hanya satu dimensi yaitu ketelitian (conscientiousness) yang berhubungan secara konsisten dengan kinerja pekerjaan (job performance). Penelitian ini akan menyelidiki praktik manajemen HR yang menggunakan tipe kepribadian STIFIn (STIFIn personality) yang dikembangkan oleh Poniman (2009) terhadap peningkatan kinerja pekerjaan.
Manajemen HR berbasis tipe kepribadian STIFIn atau Manajemen HR STIFIn seperti yang didefinisikan didalam Buku Manajemen HR STIFIn (Poniman dan Hadiyat, 2015) adalah praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan menggunakan skema tipe kepribadian STIFIn pada tiga kegiatan utama manajemen sumber daya manusia yaitu:
1) Seleksi yang dimulai dari kegiatan perencanaan tenaga kerja, kegiatan rekrutmen dan seleksi karyawan;
2) Retensi yang meliputi manajemen kinerja, manajemen imbal jasa, hubungan industrial dan kepemimpinan; dan
3) Pengembangan yang meliputi kegiatan pelatihan dan pengembangan, dan pengembangan karir.
Konsep HR STIFIn adalah menarik dan menyeleksi orang-orang terbaik, mendayagunakan dengan sistem dan program retensi terbaik, serta memberikan jalan bagi mereka untuk bisa memberkan kontribusi terbaiknya.
Pada perencanaan tenaga kerja, seluruh jenis pekerjaaan dipetakan dan dikelompokan berdasarkan sifat-sifat dari kepribadian STIFIn, agar pencarian sumber tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan penempatan tenaga kerja yang telah dipetakan dengan kebutuhan tipe kepribadian STIFIn, untuk kemudian dilakukan proses seleksi dengan menggunakan skema kepribadian STIFIn pula.
Pada kegiatan utilisasi dan retensi, penerapan HR STIFIn difokusikan pada penerapan kepribadian STIFIn pada penyusunan sistem manajemen kinerja, sistem imbal jasa, pengelolaan hubungan industrial dan pengembangan kepemimpinan. Sementara itu, penerapan HR STIFIn pada kegiatan pelatihan dan pengembangan, dan pengembangan karir, difokuskan pada proses pengembangan bakat dan pengembangan karir melalui proses analisis pelatihan dan penerapan cara belajar dan metode pelatihan yang disesuaikan dengan tipe kepribadian STIFIn.
Perencanaan tenaga kerja dengan skema kepribadian STIFIn difokuskan pada analisis pekerjaan, identifikasi keterampilan (skills) dan kompetensi yang diperlukan yang kemudian dituangkan dalam uraian pekerjaan (job description) yang telah mengidentifikasi kesesuaian dengan mesin kecerdasan STIFIn yang diperlukan.
Uraian pekerjaan tersebut kemudian menjadi dasar dalam proses rekrutmen dan seleksi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan setelah mereka masuk ke perusahaan dan bekerja di perusahaan. Dalam Praktik manajemen HR, kegiatan rekrumen dan seleksi bisa memprediksi kinerja karyawan secara signifikan (Jouda, et al., 2016).
Hasil penelitian Tabiu dan Nura (2013) juga menunjukkan pengaruh praktik HRM khususnya pada kegiatan rekrutmen dan seleksi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan. Pada penerapan tipe kepribadian STIFIn, penelitian dari Rafianti dan Pujiastuti (2017) pada 15 siswa SMA Negeri 2 Serang, Banten, membuktikan tipe kepribadian STIFIn bisa memprediksi hasil pada kemampuan matematika.
Praktik manajemen HR STIFIn pada kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia dan program retensi adalah menyusun sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pada skema tipe kepribadian STIFIn, menyusun sistem imbal jasa yang dikaitkan dengan tipe kepribadian STIFIn, pengelolaan hubungan industrial baik pada penciptaan hubungan antar karyawan maupun pada pembinaan hubungan industrial dengan serikat pekerja yang didasarkan pada pemetaan tipe kepribadian dan pola hubungan tipe kepribadian STIFIn, serta pengembangan kepemimpinan yang menggunakan dasar tipe kepribadian STIFIn dalam membangun hubungan pemimpin dan pengikut.
Beberapa penelitian berkaitan dengan sistem dan praktik manajemen sumber daya manusia pada kegiatan manajemen HR STIFIn ini telah membuktikan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
Wambua dan Karanja (2016) dalam penelitiannya memberikan bukti adanya pengaruh praktik manajemen imbal jasa, dan penilaian kinerja terhadap berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian Tabiu dan Nura (2013) juga menunjukkan pengaruh praktik HRM pada kegiatan pendayagunaan karyawan yaitu keterlibatan kerja, sistem penggajian, manajemen kinerja dan kegiatan pemeliharaan lainnya memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja pekerjaan.
Kemudian proposisi yang diajukan oleh Poniman dan Hadiyat (2015) dalam bukunya Manajemen HR STIFIn yaitu adanya pengaruh positif praktik manajemen HR STIFn terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Strategi bisnis dan impementasinya pada manajemen sumber daya manusia tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut adalah menyangkut pengetahuan, keterampilan dan kemampuan karyawan terhadap pekerjaan dan tugas-tugas yang diberikan, serta perilaku dan sikap mental karyawan tentang bagaimana berperilaku sesuai dengan nilai-nilai perusahaan untuk ikut aktif mewujudkan pencapaian tujuan perusahaan.
Praktik manajemen HR STIFIn untuk kegiatan pengembangan adalah kegiatan pelatihan dan pengembangan, serta pengembangan karir karyawan. Hassan (2016) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara praktik manajemen sumber daya manusia pada kompensasi, perencanaan karir, penilaian kinerja, pelatihan dan keterlibatan karyawan terhadap kinerja karyawan.
Proposisi Poniman dan Hadiyat (2015) mengajukan bahwa penerapan program pelatihan dan pengembangan, serta pengembangan karir karyawan yang didasarkan pada tipe kepribadian karyawan akan meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan. Pada penelitian ini, kegiatan pengembangan tidak dibuat hipotesis tersendiri, namun digabungkan kedalam kegiatan retensi.
Kinerja pekerjaan didefinisikan sebagai penyelesaian tugas dengan aplikasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Dalam artikel Ramawickrama, et al (2017) yaitu “The behavioural outcome of an employee which points out that the employee is showing positive attitudes towards his or her organization” atau dikatakan bahwa hasil perilaku seorang karyawan menunjukkan sikap positif terhadap organisasinya”.
Berdasarkan studi literatur, kinerja pekerjaan (job performance) telah banyak diteliti dan didefinisikan. Porter dan Lawler (1974) mendefinisikan kinerja pekerjaan atau job peformance sebagai fungsi dari kemampuan (ability), keterampilan (skills) dan usaha (effort) dari seseorang atau individual pada suatu situasi.
Kemudian Campbell (1990) mendefiniskkan kinerja pekerjaan (job performance) sebagai perilaku atau aksi dari seseorang yang relevan dengan tujuan organisasi, dan Opata, pada tahun 2015, mendefinisikan kinerja pekerjaan (job performance) yaitu sejauh mana karyawan melakukan tugas dan tanggung jawab yang diemban, dan hasilnya diukur dari kriteria kuantitas kerja (quantity of work) dan kualitas kerja (quality of work).
Kontruks job performance inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini yang kemudian menggunakan dimensi dan indikator yang akan diturunkan dalam item-item dari penelitian Koopmans et al., (2014) yaitu:
1) Task Performance; dan
2) Contextual Performance.
Untuk dimensi Counter-productive Work Behavior tidak digunakan pada penelitian ini dengan pertimbangan kurang cocok untuk kondisi budaya di Indonesia, dimana seseorang mungkin tidak begitu nyaman jika harus mengisi kuesioner survey yang berisi tentang pernyataan negatif, sehingga dikhawatirkan akan terjadi bias pada hasil survey tersebut.
Borman & Motowidlo (1993) mendefinisikan Task Performance didefinisikan sebagai efektivitas yang digunakan oleh pemegang jabatan untuk melakukan kegiatan yang berkontribusi pada inti teknis organisasi, baik secara langsung dengan mengimplementasikan bagian dari proses teknologinya, atau secara tidak langsung dengan menyediakan bahan atau layanan yang dibutuhkan, misalnya task performance pada pekerjaan Sales, seperti product konwlegde, closing the sale, time management.
Sedangkan contextual performance, berkaitan kontribusi pada efektivitas organisasi dengan cara yang membentuk konteks organisasi, sosial, dan psikologis yang berfungsi sebagai katalis untuk kegiatan dan proses pelaksanaan tugas.
Model Konsep dan Hipotesis Penelitian
Model konsep penelitian ini disajikan pada gambar dibawah ini yaitu Model 1 yang menyelidiki hubungan variabel pada Manajemen HR STIFIn yaitu kegiatan Seleksi (X1) dan Retensi (X2) sebagai variabel eksogen dengan variabel pada kinerja pekerjaan (job performance) yaitu Task Performance (Y1) dan Contextual Performance (Y2), sedangkan Model 2 dibuat untuk menyelidiki hubungan praktik Manajemen HR STIFIn secara keseluruhan (X1) terhadap kinerja pekerjaan secara keseluruhan juga (overall job performance) (Y1).
Pengujian pada kedua model ini diharapkan akan memberikan pandangan dan bukti empirik berbeda, yaitu melihat pengaruh praktik manajemen HR STIFIn yang dilakukan pada masing-masing kegiatan dan jika dilakukan sebagai program integrasi terhadap kinerja pekerjaan baik masing-masing terhadap dimensinya maupun terhadap kinerja pekerjaan secara keseluruhan.
Gambar 1. Model Konsep Penelitian
Sumber: Data diolah oleh peneliti, 2018
Berdasarkan kajian literatur dan model penelitian diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Model 1
Hipotesis 1: Seleksi berbasis HR STIFIn berpengaruh terhadap Task Performance
Hipotesis 2: Seleksi berbasis HR STIFIn berpengaruh terhadap Contextual Performance
Hipotesis 3: Retensi berbasis HR STIFIn berpengaruh terhadap Task Performance
Hipotesis 4: Retensi berbasis HR STIFIn berpengaruh terhadap Contextual Performance
Model 2
Hipotesis 5: Praktik HR STIFIn secara penuh berpengaruh terhadap Job Performance
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode survei yaitu dengan menyebarkan kuesioner online (google survey) kepada para praktisi HR, meliputi 34 butir pernyataan tertutup, menggunakan Skala Likert poin 5, dengan 1 adalah Sangat Tidak Setuju (STS) dan 5 adalah Sangat Setuju (SS). Unit analisis penelitian ini adalah karyawan secara individual pada perusahaan-perusahaan yang mempraktikkan HR STIFIn.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan Manajemen HR STIFIn. Sebanyak 50 responden dihubungi secara personal dengan media sharing Whatsapp (WA) dan diminta partisipasinya untuk mengisi kusioner online yang telah di share link-nya kepada tiap-tiap responden.
Pengukuran variabel kinerja karyawan mengadaptasi pengukuran work performance yang dikembangkan oleh Koopmans (2014), seperti “saya suka menanggung tanggung jawab ekstra” dan menambahkan item-item pernyataan baru yang sesuai dengan konteks mesin kecerdasan melalui mekanisme persetujuan ahli terhadap penyusunan kuesioner.
Contoh item tersebut yaitu “Saya dapat menggunakan potensi mesin kecerdasan yang Saya miliki untuk bekerja baik di organisasi/perusahaan ini”. Sedangkan pengukuran variabel Praktik HR STIFIn memodifikasi pengukuran High-Performance Human Resource Practice Perceptions yang dikembangkan oleh Kehoe dan Wright (2010). Contoh item tersebut adalah “Proses rekrutmen dan seleksi dilakukan dengan skema STIFIn”.
Teknik analisis data menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Pemilihan PLS-SEM dikarenakan penelitian ini lebih bersifat memprediksi dan menjelaskan variabel laten daripada menguji suatu teori, dan jumlah sampel dalam penelitian ini tidak besar, serta mengantisipasi bila data terdistribusi tidak normal (Hair et al., 2014).
Penelitian ini menggunakan dua model penelitian, dimana model 1 bertujuan untuk memeriksa pengaruh tiap dimensi dari Praktik HR STIFIn terhadap dimensi-dimensi dari kinerja karyawan secara parsial. Sementara model 2 bertujuan untuk memeriksa pengaruh konstruk Praktik HR STIFIn secara multidimensional terhadap konstruk kinerja karyawan yang berbentuk multidimensional.
Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui karakteristik responden secara umum, dimana yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan yang telah memPraktikkan HR STIFIn. Dari total 100 responden yang diminta untuk mengisi kuesioner, hanya 50 orang yang bersedia mengisi (response rate 50 %), setelah di seleksi hanya diperoleh 41 jawaban kuesioner yang layak untuk dianalisis.
Tabel 2. Statistik Profil Responden
Kategori | Karakteristik | Frekuensi | Persentase (%) |
Jenis Kelamin | L | 25 | 61 |
P | 16 | 39 | |
Tipe Kepribadian | Sensing | 8 | 19,5 |
Thinking | 11 | 26,8 | |
Intuiting | 7 | 17,1 | |
Feeling | 9 | 22 | |
Insting | 6 | 14,6 | |
Pengendali Kepribadian | ekstrovert | 26 | 63,4 |
introvert | 15 | 36,6 | |
Usia | < 25 tahun | 9 | 22 |
26-35 tahun | 13 | 31,7 | |
36-45 tahun | 14 | 34,1 | |
46-55 tahun | 5 | 12,2 | |
> 55 tahun | 0 | 0 | |
Status | Menikah | 31 | 75,6 |
Belum Menikah | 10 | 24,4 | |
Pendidikan | SMA | 6 | 14,6 |
D3 | 1 | 2,4 | |
S1 | 26 | 63,4 | |
S2 | 8 | 19,5 | |
Lama Penerapan | < 1 tahun | 14 | 34,1 |
1-5 tahun | 20 | 48,8 | |
< 5 tahun | 7 | 17,1 | |
Masa Kerja | < 1 tahun | 11 | 26,8 |
1-5 tahun | 22 | 53,7 | |
6-10 tahun | 3 | 7,3 | |
> 10 tahun | 5 | 12,2 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan data yang diperoleh dari 41 responden tersebut, didapatkan karakteristik bahwa mayoritas responden merupakan laki-laki (61%), mayoritas responden bertipe kepribadian Thinking (26,8%), mayoritas responden memiliki pengendali kepribadian ekstrovert (63,4%), mayoritas responden memiliki pendidikan S1 (63,4%), mayoritas responden berusia antara 36-45 tahun (34,1%), mayoritas responden memiliki masa kerja selama 1-5 tahun (53,7%), mayoritas responden telah menikah (75,6%), dan mayoritas responden bekerja pada perusahaan yang telah menerapkan HR STIFIn selama 1-5 tahun (48,8%).
Uji Validitas
Karena data yang dikumpulkan ini berupa persepsi dari karyawan yang menggunakan skala likert, maka untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan (instrumen penelitian) sudah benar mengukur apa yang ingin diukur dan dipahami dengan baik oleh responden, maka diperlukan uji validitas instrumen. Pada penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel laten yaitu: kinerja karyawan dan Praktik HR STIFIn. Nilai r hitung tiap atribut pernyataan dibandingkan dengan r tabel
Dari hasil pengolahan data menunjukkan semua variabel mempunyai nilai r hitung > 0,361, sehingga semua data dinyatakan valid (berkorelasi signifikan terhadap skor total). Hal ini berarti seluruh item pernyataan pada kuesioner dapat digunakan dalam penelitian.
Uji Reliabilitas
Setelah data dinyatakan valid, maka selanjutnya dilakukan uji reliabilitas data kuesioner. Hal ini bertujuan apakah hasilnya relatif stabil dan konsisten. Pengujian ini menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha sebagai koreksi. Data dapat dikatakan reliabel jika nilai koefisiennya lebih besar dari 0,60 (Ghozali, 2009). Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan untuk semua variabel. Didapatkan skor Cronbach’s Alpha untuk kinerja pekerjaan sebesar 0,953 dan Praktik HR STIFIn sebesar 0,956. Jadi, instrumen dari kedua variabel tersebut dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha > 0,60, sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Analisis Deskriptif
Instrumen yang digunakan untuk mengukur konstruk adalah kuesioner yang menggunakan skal likert dalam interval 1-5. Untuk kategori pernyataan dengan jawban sangat tidak setuju dengan nilai satu (1) sampai dengan sangat setuju dengan nilai lima (5).
- Variabel HR STIFIn
Variabel HR STIFIn terdiri dari dua (2) dimensi yang diwakili oleh 15 item pernyataan
Pada Tabel 3. Disajikan rata-rata jawaban responden dan banyaknya responden yang memberikan jawaban ragu-ragu atau tidak tahu. Oleh karena itu, secara keseluruhan masih ada permasalahan dalam pelakasanaan Praktik HR STIFIn terutama dalam hal pemberian informasi saat proses rekrutmen (34,1%) dan keterlibatan karyawan dalam improvement team work dan problem solving (22%).
- Variabel Kinerja Pekerjaan
Variabel kinerja pekerjaan (job performance) terdiri dari dua (2) dimensi yang diwakili oleh 19 item pernyataan.
Berdasarkan Tabel di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah responden merasa kinerja pekerjaan masih kurang terutama dalam indikator menangani tangunggjawab ekstra (19,5%) dan menghadapi tekanan dalam pekerjaan (14,6%).
Uji Model
Model 1
Hasil Uji Outer Model
Sebelum melakukan analisis model struktural terlebih dahulu harus melakukan pengukuran model (measurement model), hal ini dimaksudkan untuk menguji reliabilitas dan validitas dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten yaitu dengan melakukan confirmatory factor analysis (CFA). Pada model 1 akan dilakukan analisis konfirmatori first order yaitu menguji konstruk laten dengan indikator-indikatornya. Dalam hal indicator reliability, dari 19 indikator pada pengolahan kedua (pada pengolahan pertama terdapat 34 indikator) kesemuanya memilki loading factor > 0,70. Rule of thumb yang digunakan untuk menilai faktor loading yaitu harus lebih besar dari 0,70 untuk penelitian yang bersifat confirmatory, dan nilai faktor loading antara 0,60-0,70 masih dapat diterima untuk penelitian yang bersifat exploratory (Latan & Ghozali, 2017). Tabel 5 berikut menyajikan hasil analisis faktor konfirmatori first order.
Indikator | Factor Loading | Konstruk Laten | Composite Reliability | Cronbach’s Alpha | AVE | Akar Kuadrat AVE | Full collin. VIF |
S1 | 0,844 | Seleksi (HR STIFIn) | 0,901 | 0,853 | 0,694 | 0,833 | 1,95 |
S2 | 0,829 | ||||||
S3 | 0,857 | ||||||
S4 | 0,801 | ||||||
R1 | 0,829 | Retensi (HR STIFIn) | 0,963 | 0,955 | 0,788 | 0,888 | 2,573 |
R3 | 0,871 | ||||||
R5 | 0,808 | ||||||
R6 | 0,921 | ||||||
P2 | 0,944 | ||||||
P3 | 0,924 | ||||||
P4 | 0,907 | ||||||
K1 | 0,748 | Task Performance | 0,890 | 0,835 | 0,670 | 0,818 | 2,998 |
K2 | 0,847 | ||||||
K4 | 0,813 | ||||||
K5 | 0,86 | ||||||
K11 | 0,879 | Contextual Performance | 0,902 | 0,853 | 0,698 | 0,835 | 2,642 |
K12 | 0,885 | ||||||
K14 | 0,845 | ||||||
K15 | 0,722 |
Tabel 5. Analisis Faktor Konfirmatori First Order
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, dapat dilihat bahwa seluruh item pembentuk konstruk laten adalah valid dengan nilai faktor loading yang dihasilkan > 0,7. Selanjutnya, dalam convergent validity, nilai AVE untuk setiap konstruk dimensi sangat baik yaitu > 0,5 sehingga telah memenuhi kriteria validitas konvergen. Begitu juga dengan internal consistency, nilai composite reliability yang dihasilkan setiap konstruk dimensi juga sangat baik yaitu > 0,7 dan nilai Cronbach’s Alpha (α) berada antara 0,835 - 0,955 berarti nilai reliabilitas yang dihasilkan setiap konstruk laten juga sangat baik yaitu > 0,7 sehingga memenuhi reliabilitas konsistensi internal. Nilai Full Collinearity VIF untuk setiap konstruk laten juga sangat baik yaitu < 3,3 sehingga tidak terdapat masalah collinearity di dalam model.
Selanjutnya indikator reflektif pembentuk konstruk laten dalam penelitian juga akan diuji discriminant validity. Salah satu cara melihat discriminant validity dengan membandingkan korelasi antar variabel dengan square root of variance extracted (nilai dari akar kuadrat AVE). Tabel 6 berikut mendeskripsikan discriminant validity dari penelitian ini (model 1).
Tabel 6. Discriminant Validity Model 1
Seleksi | Retensi | Task Performance | Contextual Performance | |
Seleksi | O,833* | |||
Retensi | 0,640 | 0,888* | ||
Task Performance | 0,624 | 0,734 | 0,818* | |
Contextual Performance | 0,622 | 0,682 | 0,753 | 0,835* |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh nilai korelasi antar variabel (konstruk laten) di bawah nilai akar kuadrat AVE (lihat dengan garis diagonal, bertanda ‘*’). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel memenuhi kriteria discriminant validity dan dapat dikatakan model sangat baik. Nilai discriminant validity yang tinggi memberikan bukti bahwa suatu konstruk adalah unik dan benar-benar berbeda dari konstruk lainnya, serta mampu menangkap fenomena yang diukur. Singkatnya, model pengukuran berhasil melewati sejumlah analisis yang ketat yaitu validitas konvergen, validitas diskriminan, reliabilitas, dan multikolinieritas. Hasil analisis CFA mengungkapkan bahwa model tidak memiliki masalah pengukuran data karena telah memenuhi kriteria validasi data yang diterima secara luas dan dapat dianalis lebih lanjut.
Hasil Inner Model
Berdasarkan hasil output general result dari SEM-PLS dengan menggunakan software WarpPLS 6.0 dapat diketahui model mempunyai fit yang baik, dimana nilai P-value untuk Average Path Coefficient (APC), Average R-squared (ARS), dan Average Adjusted R-squared (AARS) < 0,001 dengan nilai APC = 0,430, ARS = 0,608, dan nilai AARS = 0,587. Begitu juga dengan nilai Average block VIF (AVIF) dan Average Full Collinearity VIF (AFVIF), nilai yang dihasilkan ideal yaitu AVIF = 1,646, dan AFVIF = 2,966 (< 3,3), yang berarti bahwa tidak ada masalah multikolinearitas antar indikator dan antar variabel eksogen. GoF yang dihasilkan yaitu 0,649 > 0, 36 yang berarti bahwa fit model yang baik. Untuk indeks Symson’s Paradox (SPR), R-squared Contribution Ratio (RSCR), Statistical Suppression Ratio (SSR), dan Nonlinear Bivariate Causality Direction Ratio (NLBCDR) menghasilkan nilai sama dengan 1, yang berarti tidak ada problem kausalitas di dalam model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Adjusted R-squared adalah 0, 658 (65,8%), hal ini berarti besar variabel laten dependen (task performance) dijelaskan sebesar 65,8 % oleh 2 variabel laten independen (seleksi dan retensi) dan sisanya 34,2 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Sementara, koefisien Adjusted R-squared untuk contextual performance sebesar 0,516 (51,6%) yang berarti 2 variabel seleksi dan retensi dapat menjelaskan variasi contextual performance sebesar 51,6 % sisanya 48,4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai Q-squared (Q2) yang dihasilkan untuk setiap variabel dependen (endogen) > 0, yaitu Q2 seleksi = 0,674 dan Q2 retensi = 0,536, yang berarti bahwa model mempunyai predictive relevance.
Gambar 2. Analisis Model Struktural Model 1
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Tabel 7. Pengujian Hipotesis Model 1
Hipotesis | Path | Path Coefficients | P-value |
H1 | Seleksi Task Performance | 0,345 | 0,017* |
H2 | Seleksi Contextual Performance | 0,369 | 0,003** |
H3 | Retensi Task Performance | 0,560 | <0,001 |
H4 | Retensi Contextual Performance | 0,446 | <0,001 |
*sig <0,05 (5 %), **sig <0,01 (1%)
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Gambar 2 dan Tabel 7 menerangkan hasil pengujian hipotesis (analisis jalur), dimana menunjukkan hasil seleksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap task performance (β = 0,345, p = 0,017), terhadap contextual performance (β = 0,369, p = 0,003) hal ini berarti mendukung hipotesis H1 dan H2. Selanjutnya, retensi mempengaruhi task performance secara positif dan signifikan (β = 0,369, p< 0,001) yang artinya mengkonfirmasi hipotesis H2. Retensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap contextual performance (β = 0,369, p< 0,001), dengan demikian hipotesis H4 juga diterima.
Model 2
Hasil Uji Outer Model
Langkah selanjutnya, peneliti menganalisis model 2 yaitu analisis terhadap indikator pembentuk konstruk second order. Berarti analisis dilakukan dari konstruk laten dan kontruk dimensinya. Tabel 8 di bawah ini adalah hasil analisis faktor konfirmatori tingkat kedua (second order CFA). Berdasarkan hasil analisis faktor konfirmatori second order di atas, dapat dilihat bahwa indikator pembentuk (dimensi) seluruh konstruk laten adalah valid dengan nilai faktor loading yang dihasilkan > 0,7. Selanjutnya, nilai AVE untuk setiap konstruk laten sangat baik > 0,5 berarti telah memenuhi kriteria validitas konvergen.
Tabel 8. Analisis Faktor Konfirmatori Second Order
Dimensi | Factor Loading | Konstruk Laten | Composite Reliability | Cronbach’s Alpha | AVE | Akar Kuadrat AVE | Full collin. VIF |
Seleksi | 0,892 | HR STIFIn | 0,901 | 0,781 | 0,82 | 0,905 | 2,643 |
Retensi | 0,918 | ||||||
Task Performance. | 0,939 | Job Performance | 0,934 | 0,859 | 0,876 | 0,936 | 2,643 |
Contextual Performance | 0,933 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Begitu juga dengan nilai Composite Reliability (CR) dan nilai Cronbach’s Alpha (α) nilainya > 0,7, berarti nilai reliabilitas yang dihasilkan setiap konstruk laten juga sangat baik dan memenuhi reliabilitas konsistensi internal. Nilai Full Collinearity VIF untuk setiap konstruk laten juga sangat baik yaitu < 3,3 sehingga tidak terdapat masalah collinearity di dalam model. Selanjutnya indikator reflektif pembentuk konstruk laten dalam penelitian juga akan diuji discriminant validity. Salah satu cara melihat discriminant validity dengan membandingkan korelasi antar variabel dengan square root of variance extracted (nilai dari akar kuadrat AVE). Tabel 9 berikut mendeskripsikan discriminant validity Model 2 penelitian ini.
Tabel 9. Discriminant Validity Model 2
HR STIFIn | Job Performance | |
HR STIFIn | 0,905* | |
Job Performance | 0,788 | 0,936* |
Sumber: Hasi Pengolahan Data, 2018
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antar variabel (konstruk laten) di bawah nilai akar kuadrat AVE (lihat dengan garis diagonal, bertanda ‘*’). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel memenuhi kriteria discriminant validity dan dapat dikatakan model sangat baik.
Hasil Inner Model
Berdasarkan hasil output general result SEM-PLS dapat diketahui model mempunyai fit yang baik, dimana nilai P-value untuk Average Path Coefficient (APC), Average R-squared (ARS), dan Average Adjusted R-squared (AARS) < 0,001 dengan nilai APC = 0,788, ARS = 0,622, dan nilai AARS = 0,612. Begitu juga dengan nilai Average Full Collinearity VIF (AFVIF), nilai yang dihasilkan ideal yaitu AFVIF = 2,643 (< 3,3), yang berarti bahwa tidak ada masalah multikolinearitas. GoF yang dihasilkan yaitu 0,726 > 0, 36 yang berarti bahwa fit model yang baik. Untuk indeks Symson’s Paradox (SPR), R-squared Contribution Ratio (RSCR), Statistical Suppression Ratio (SSR), dan Nonlinear Bivariate Causality Direction Ratio (NLBCDR) menghasilkan nilai sama dengan 1, yang berarti tidak ada problem kausalitas di dalam model.
Gambar 3. Analisis Model Struktural Model 2
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Adjusted R-squared adalah 0, 612 (61,2%), hal ini berarti besar variabel laten dependen (job performance) dijelaskan sebesar 61,2 % oleh variabel laten independen (HR STIFIn) dan sisanya 38,8 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai Q-squared (Q2) yang dihasilkan untuk variabel dependen (endogen) > 0, yaitu Q2 = 0,617, yang berarti bahwa model mempunyai predictive relevance.
Tabel 10. Pengujian Hipotesis Model 2
Hipotesis | Path | Path Coefficients | P-value |
H5 | HR STIFIn“ Job Performance | 0,788 | <0,001 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Gambar 3 dan Tabel 10 menerangkan hasil pengujian hipotesis (analisis jalur model 2), dimana menunjukkan hasil HR STIFIn berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pekerjaan (job performance) (β = 0,788, p<0,001), dengan demikian hasil ini mendukung hipotesis H5.
Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Berdasarkan hasil uji hipotesis H1 dan H2 menunjukkan bahwa seleksi berbasis HR STIFIn berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pekerjaan (job performance) yaitu task performance dan contextual performance. Hasil penelitian ini sesuai dengan proposisi yang diajukan didalam buku penerapan seleksi dengan menggunakan kepribadian STIFIn meningkatkan kinerja pekerjaan (job performance). Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis H3 dan H4 menunjukkan bahwa retensi berbasis HR STIFIn berpengaruh positif dan signifikan terhadap job performance (task performance dan contextual performance). Hasil penelitian ini sejalan dengan proposisi yang diajukan didalam buku Manajemen HR STIFIn bahwa penerapan manajemen retensi berbasis kepribadian STIFIn meningkatkan kinerja pekerjaan (job performance). Sementara itu, berdasarkan hasil uji hipotesis H5 menunjukkan bahwa praktik HR STIFIn berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pekerjaan (job performance). Hasil penelitian ini memberikan bukti empirik terhadap proposisi yang diajukan Poniman dan Hadiyat (2015) bahwa praktik manajemen HR STIFIn dapat meningkatkan kinerja pekerjaan secara keseluruhan.
Dari hasil analisis model 1 diperoleh bahwa seleksi, retensi, task performance, dan contextual performance mempunyai hubungan satu sama lain. Begitu juga dengan indikator masing-masing variabel eksogen dan endogen mempunyai pengaruh yang signifikan. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: (1) Seleksi berbasis STIFIn pelaksanaannya sudah cukup baik, namun ada beberapa yang harus ditingkatkan lagi, yakni dalam hal pemberian informasi saat proses rekrutmen. (2) Retensi erat kaitannya dengan keinginan bertahan dalam suatu perusahaan. Masih ada sebagian responden yang menilai bahwa karyawan belum dilibatkan secara baik dalam hal team work improvement dan problem solving. (3) Pendapat mengenai task performance sudah cukup baik. Namun untuk hal mampu menangani tanggung jawab ekstra masih ada yang merasa tidak mampu. (4) Pendapat mengenai contextual perfromance juga diaktegorikan baik, hanya saja ada pendapat yang merasa tidak mampu menghadapi tekanan dalam pekerjaan. Untuk melihat secara detail respon tiap mesin kecerdasan terhadap item pernyataan yang diajukan dapat dilihat pada lampiran. (5) Terbukti secara empiris seleksi berbasis HR STIFIn mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap task performance dan contextual performance. (6) Terbukti secara empiris retensi berbasis HR STIFIn mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap task performance dan overall performance. (7) Proses retensi memiliki pengaruh yang lebih tinggi (nilai signifikansi yang lebih baik) dibandingkan proses seleksi dalam case ini. Hal ini telah disampaikan secara deskriptif pada bab pembahasan, di mana karyawan menilai masih ada kekurangan dalam hal pelaksanaan seleksi. (8) Sementara dari hasil analisis model 2 diperoleh bahwa Praktik HR STIFIn secara penuh berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerjaan (job performance).
Dalam usaha meningkatkan kinerja pekerjaan, maka organisasi atau perusahaan harus benar-benar memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja pekerjaan dan dalam penelitian telah ditunjukkan bahwa praktik HR STIFIn dapat mempengaruhi kinerja pekerjaan secara kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penelitian secara berkala, sehingga dengan demikian organisasi dapat mengantisipasi dan memperbaiki faktor-faktor yang diketahui sebagai penyebab penurunan kinerja pekerjaan terutama ditinjau dari klasifikasi mesin kecerdasan. Adapun hal yang dapat dilakukan adalah (1) Memberikan informasi tentang organisasi kepada para pelamar saat proses rekrutmen, agar calon karyawan mengetahui tujuan, visi dan misi organisasi tersebut. (2) Meningkatkan keterlibatan karyawan dalam proses team work improvement dan problem solving, agar tercipta suatu iklim kerjasama yang baik meski berbeda-beda personality. (3) Mencari solusi yang tepat sesuai dengan mesin kecerdasaan agar dapat memetakan karyawan-karyawan mana saja yang dapat menangani pekerjaan ekstra dan kuat dalam menghadapi tekanan.
Keterbatasan Penelitian dan Arah Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal jumlah responden. Penelitian berikutnya dapat dilakukan kembali dengan jumlah responden yang lebih besar sehingga dapat melihat pengaruh faktor demografi dari tiap-tiap mesin kecerdasan terhadap hubungan Praktik HR STIFIn dan Job performance. Hal ini diharapkan agar konsepnya dapat dibangun dengan lebih matang dan sempurna di masa yang akan datang.
————— &&& ——————–
Lampiran
Tabel 3. Rata-rata Jawaban Tidak Setuju Variabel Praktik HR STFIn per indikator
Indikator | Mean Jawaban | ||
Sangat Tidak Setuju | Tidak setuju | Kurang Setuju (Netral) | |
Proses rekrutmen dan seleksi dilakukan dengan skema STIFIn (S1) | – | – | 17,1% |
Perusahaan melakukan proses interview dan tes psikologi berbasis STIFIn (S2) | – | – | 9,8% |
Para kandidat/pelamar mendapatkan informasi tentang organisasi/ perusahaan saat proses rekrutmen (S3) | – | 4,9% | 34,1% |
Organisasi/perusahaan menjalankan proses penempatan berbasis STIFIn (S4) | – | 2,4% | 14,6% |
Manajemen imbal jasa di perusahaan dihubungkan dengan matriks kecerdasan (R1) | 2,4% | 7,3% | 17,1% |
Para karyawan dilibatkan dalam proses improvement team work, problem solving, dan diksusi kelompok (R2) | – | 2,4% | 22% |
Karyawan dapat mengimplementasikan ide-ide baru dalam pekerjaannya (R3) | 2,4% | – | 17,1% |
Karyawan menerima evaluasi kerja (R4) | 4,9% | – | 17,1% |
Karyawan menerima komunikasi secara formal mengenai tujuan organisasi dan target individual (R5) | – | 4,9% | 14,6% |
Puas dengan model performance appraisal dengan skema STIFIn (R6) | – | 4,9% | 14,6% |
Organisasi/perusahaan menyusun rencana pelatihan dengan skema STIFIn (P1) | – | 9,8% | 12,2% |
Organisasi/perusahaan mengidentifikasi kebutuhan training berdasarkan skema STIFIn (P2) | – | 7,3% | 17,1% |
Metode pembelajaran dalam pelatihan disesuaikan dengan cara belajar dari masing-masing mesin kecerdasaan (P3) | 2,4% | 2,4% | 12,2% |
Karyawan yang berkualifikasi diberikan peluang untuk dipromosikan secara fair dan terbuka (P4) | – | 2,4% | 17,1% |
Organisasi/perusahaan menanamkan konsep sukses mulia hingga akhir karir (P5) | – | – | 14,6% |
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2018
Tabel 4. Rata-rata Jawaban Tidak Setuju Variabel Job Performance per indikator
Indikator | Mean Jawaban | ||
Sangat Tidak Setuju | Tidak setuju | Kurang Setuju (Netral) | |
Mempertahankan prestasi kerja dan produktivitas (K1) | – | 4,9% | 4,9% |
Bersemangat dalam pekerjaan (K2) | – | – | – |
Menyelesaikan tugas dengan tepat waktu (K3) | – | – | 9,8% |
Mengingat target kerja yang perlu dicapai (K4) | – | – | 4,9% |
Dapat menggunakan potensi mesin kecerdasan yang dimilki untuk bekerja baik di organisasi/perusahaan ini (K5) | – | – | – |
Memberikan bantuan kepada rekan kerja ketika diminta atau dibutuhkan (K6) | – | – | 4,9% |
Suka menangani tanggungjawab ekstra (K7) | – | – | 19,5% |
Menyampaikan simpati dan empati kepada rekan kerja yang berada dalam kesulitan (K8) | – | – | 4,9% |
Aktif berpartisipasi dalam diskusi kelompok dan rapat kerja (K9) | – | – | 7,3% |
Memuji rekan kerja atas pekerjaan baik yang mereka selesaikan (K10) | – | – | 2,4% |
Menjaga koordinasi yang baik dengan rekan-rekan kerja (K11) | 2,4% | – | – |
Berbagi pengetahuan dan ide dengan rekan kerja (K12) | – | – | 4,9% |
Berkomunikasi efektif dengan rekan kerja untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (K13) | – | – | 2,4% |
Bekerja dengan kecerdasan kolektif untuk meningkatkan kerja tim yang efektif (K14) | – | – | 7,3% |
Mampu menghadapi tekanan dalam pekerjaan (K15) | – | 4,9% | 14,6% |
Saling pengertian dengan rekan kerja untuk mendapatkan solusi-solusi dalam pekerjaan (K16) | – | – | – |
Mampu bersabar ketika mendapatkan kritik dari rekan kerja (K17) | – | 2,4% | 9,8% |
Nyaman dengan fleksibilitas pekerjaan (K18) | – | 2,4% | 4,9% |
Dapat mengatasi perubahan organisasi dari waktu ke waktu (K19) | – | – | 9,8% |
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2018